Menatap Sepatu Membunuh Telinga (Jurnal Pertunjukan)

19 November

Sepanjang hidupnya, Adrian tak pernah tahu bahwa shoegaze berbahaya bagi telinga. Setidaknya sampai ia menonton Sunlotus di gelaran Whocares#14 lalu.
Menatap Sepatu Membunuh Telinga (Jurnal Pertunjukan)
Sampul oleh Ikrar Waskitarana
Waktu menunjukkan sekitar pukul 19.00 ketika saya akhirnya menjejakkan kaki di pelataran KAI Terrace. Terlambat? Tidak juga. Pasalnya, meski tertulis bahwa Whocares#14 akan dimulai pada pukul 17.00—hal seperti ini seringnya merupakan tipuan—saya masih punya waktu untuk menunaikan janji saya untuk memberikan cakram padat album Softblood kepada Hana dan bertegur sapa dengan seorang calon—atau mungkin sudah dimulai saat itu—teman bernama Doni. Sayangnya, sebab terlalu gugup harus memotret sendiri untuk pertama kali—silakan maki hasilnya yang amburadul—saya berakhir mencuekkan mereka dan seseorang lain yang bertanya mengenai kaus yang saya kenakan. Ketika faed akhirnya mulai bersuara, saya bergegas masuk tanpa berpamitan.

Poster Whocares#14
Gambar 1. Poster Whocares#14
Di antara kelima penampil pada malam tersebut, kugiran satu inilah yang paling asing bagi saya. Oleh sebab itu, cukup terkejutlah saya tatkala mendapati salah satu personelnya malah bermain kostum sebagai tokoh dalam Nintama Rantarou—tidak seterkejut melihat kostum Natasya Balloon yang tengah menjaga meja tiket, tetapi tetap saja. "Ashen", tunggalan perdana mereka, tak lupa dimainkan oleh kugiran yang rupanya mengusung gaya musik grungegaze tersebut.

faed di Whocares#14
Gambar 2. Faed
Kelar menggelegar, bertolaknya faed dari loka diikuti oleh seluruh hadirin, meninggalkan LOON bersiap dalam damai—dan saya dalam kekikukkan.

・・・

Tak lain dan tak bukan, alasan paling utama bagi saya untuk tak melewatkan helatan pada malam tersebut adalah keberadaan kuartet twee asal Salatiga ini dalam daftar penampil. Meskipun kurang bisa fokus—layaknya jepretan kamera saya—menikmati, sebab harus kelimpungan memotret bermusuhkan pencahayan yang kelap-kelipnya berengsek, "Nice and Cozy" pun akhirnya dapat secara puas saya saksikan secara langsung. Sayangnya, penampilan LOON rasanya sekilat durasi tunggalan perdana mereka.

LOON di Whocares#14
Gambar 3. LOON
Kali ini, sebelum sempat ditinggalkan oleh penonton, Bima Satria Kusuma seketika sudah koar-koar menyenandungkan nomor-nomor dari Gejolak sembari mondar-mandir di panggung layaknya cacing kepanasan. Kebanyakan tingkah, vokalis Glasstrick tersebut sesekali mundur untuk ikut-ikutan memukul simbal.

Glasstrick di Whocares#14
Gambar 4. Glasstrick
・・・

Seumur hidup, saya sudah paham bahwa penyumbat telinga diciptakan guna menanggulangi bencana-bencana tertentu yang dapat mengancam kesehatan telinga. Yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya adalah, sialnya, bahwa shoegaze mampu menjadi salah satu bentuk malapetakanya. Tanda-tandanya seharusnya sudah jelas sewaktu ia turut dibagikan oleh petugas tiket, tetapi, yah, terkadang manusia memang perlu terlebih dahulu diberi azab.

Pernak-pernik Whocares#14
Gambar 5. Pernak-pernik Whocares#14
Meskipun tugas bernyanyi harus didelegasikan kepada Dzul dan Bagus, bukan berarti semangat Sunlotus berakhir mengendur. Formasi cadangan tersebut rupanya masih memiliki tekad yang sama kuatnya dalam mewujudkan visi tur mereka kali ini: menulikan kembali massa seantero loka dengan bermodalkan materi-materi dari This Old House. Walhasil, tiga hari pascamenonton mereka, saya masih harus berteman dengan obat tetes telinga.

Sunlotus di Whocares#14
Gambar 6. Sunlotus
・・・

Kerumunan mulai maju dan merapat ketika The Jansen bersiap menutup malam tersebut. Kian detik kian liar, hadirin pada malam tersebut perlahan tapi pasti mulai melahap arena penampil, sampai-sampai membuat kru dan panitia harus kewalahan membentuk pagar manusia. Tak berhenti di sana, massa pada malam tersebut rupanya masih mampu menghadirkan kerusuhan dalam rupa lain, yakni selancar kerumunan—yang cukupmembuat takjub, sebab mereka tak perlu panggung untuk melayang di atas penonton. Enggan kalah aksi, Bani pun mencari-cari Sandika dari LOON untuk menjadi gitaris dadakan di "Dua Bilah Mata Pedang".

Selancar kerumunan di Whocares#14
Gambar 7. Selancar Kerumunan
Jauh sebelum semua kerusuhan ini dimulai, mata saya sempat menangkap seseorang yang saya duga juga sedang bermain kostum—walaupun menirukan Pemuda Pancasila memanglah sebuah pilihan yang sangat aneh. Kali ini, di antara barisan personel The Jansen, anehnya, saya kembali melihat sosoknya. Rupa-rupanya, Nina Karina merupakan anggota baru dari kugiran punk tempo sedang ini.

The Jansen di Whocares#14
Gambar 8. The Jansen
Daftar lagu pun habis, sehingga wajar jika Bani dan kawan-kawan harus segera undur diri. Namun, bukan berarti kerumunan pada malam tersebut dapat dengan mudah mengikhlaskannya. Untungnya, tak tega membiarkan penggemar mereka kelamaan merengek, kuartet yang sudah sempat meninggalkan arena penampil ini secara khusus kembali untuk memainkan "Ku Bukan Mesin Lotremu" sebagai pengganti lambaian tangan versi paling final.

Baca Pula

0 comments